Halaman

Minggu, 23 September 2012

Marching Band Sekolahku

Menjadi mayoret sama capeknya dengan memainkan
instrumen
Berpose sejenak sehabis penampilan

"Hei kamu!" Tunjuk Mas Heri Instruktur ekskul marching band sekolahku secara tak terduga kepadaku (ini ceritaku ketika masih SMP tahun 2011 lalu, sekarang sih aku udah SMK). "Lho Mas, saya salah apa?" Tanyaku kaget karena meski wajahnya ramah tapi tunjukan mendadak itu tak urung membuatku kaget bin penasaran. "Ga salah apa-apa, kamu kutunjuk jadi mayoret bersama  dua temanmu yang lain, harus mau!" Jelas Mas Heri. "Oh My Gosh." Jeritku dalam hati antara senang dan susah. Senang karena tidak sembarang anak bisa ditunjuk menjadi mayoret. Susah karena menjadi mayoret tantangan tersendiri, dibutuhkan skill untuk bisa melakukannya dengan baik. Bisa ngga ya aku mengatasi tantangan ini? "Untuk tahap awal kalian belum langsung memegang tongkat dulu." lanjut Mas Heri kembali mengejutkan lamunanku. "Oke deh Mas, saya siap." Jawabku. Tak apa tak memegang tongkat dulu, semua harus kumulai dari yang mudah. "Nothing is easy but nothing is impossible!" tekadku dalam hati. Tapi rada aneh juga ya menjadi mayoret tanpa tongkat? Ibarat wasit tanpa peluit, ibarat tentara tanpa senjata, ibarat hape tanpa pulsa, ibarat facebook-an tanpa tombol Add, ibarat semangkuk bakso tanpa sebiji pentolpun! He he he. Hari itu memang lagi ada seleksi pemain marching band siapa aja yang ikut, t'rus siapa memegang alat apa, t'rus ya gitu deh... 

Pemain marching band juga manusia yang merasakan capek dan lapar... 

Aduuuh gerakanku udah benar apa ngga yaa?
Aku ngecek hasol shot di handicam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar